Deskripsi

Buku Kepak Sayap yang Tertunda berisi sajak-sajak dan cerita istimewa dari anak-anak yang juga istimewa. Buku ini berisikan kumpulan cerita dan puisi hasil goresan pena anak-anak binaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Banda Aceh. LPKA merupakan tempat untuk membina anak berhadapan dengan hukum setelah mereka melakukan suatu kesalahan di mata hukum. Dalam menjalani kesehariannya di LPKA, seorang anak didik pemasyarakatan (Andik Pas) mendapatkan berbagai macam program pembinaan, salah satunya program literasi menulis cerpen dan puisi. Cerpen dan puisi ini ditulis di balik wisma hunian (sel) pada sore atau malam hari. Ketika angin malam berembus menusuk tulang atau cahaya surya yang mulai memudar hendak tenggelam.
Tentang Penulis

Ihan Nurdin

Hayatullah Pasee
Order Buku
PANGGIL saja aku Arul. Anak kedua dari tiga bersaudara dan dilahirkan pada 4 April 2002 silam. Kedua orang tuaku mengajarkanku sopan santun dan saling membantu satu sama lain. Dulu aku bersekolah di salah satu sekolah menengah atas di Kota Sinabang. Di sana aku mempunyai banyak teman yang baik dan ramah, mereka juga sering membantuku saat aku kesulitan. Aku juga banyak mendapatkan prestasi dan nilai yang bagus sehingga orang tuaku bangga kepadaku. Aku juga sering membantu kedua orang tuaku berkebun, pagi hari aku bangun tepat waktu untuk membersihkan rumah, kemudian mandi untuk pergi ke sekolahku yang bagus.
Awal perubahan SAYA biasa dipanggil Odi dan berasal dari Aceh Barat. Saat ini saya menjadi salah satu penghuni Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II B Banda Aceh. Sebelumnya saya berstatus sebagai pelajar tapi sekarang saya berstatus sebagai narapidana karena terlibat sebuah masalah sehingga harus berurusan dengan hukum. Sore ini saya sedang berdiri di depan LPKA Banda Aceh setelah sebelumnya menempuh perjalanan berjam-jam dari Lapas Meulaboh ditemani oleh beberapa anggota jaksa hukum. Saya pun mengeluarkan satu batang rokok untuk diisap sambil menunggu pintu masuk dibuka. Mungkin kelihatan kurang sopan, tapi apa daya, saya sudah terlalu terbiasa dengan ini semua.
Aku duduk menatap hamparan sawah, sesekali tatapan berpindah pada sekumpulan pegawai sipir yang duduk pas di depanku. Sesekali mereka terlihat tertawa berbarengan. Aku dulu seperti mereka juga pikirku, menghabiskan banyak waktu bersama teman-teman dengan riang gembira. Aku akan bercerita tentang penjara, tempat orang-orang yang salah ditampung. Cerita mengharukan ini bermula dari masa remajaku yang seharusnya menjadi masa yang begitu indah. Masa Saat Pemahaman Hidup Mulai Dibentuk Dari jendela depan salah satu wisma di LPKA ini, kalian bisa melihat dengan jelas pemandangan jalan besar yang ramai persis di depannya. Jalan itu diterangi dengan lampu putih bundar setiap beberapa meter. Lampu putih bundar itulah yang terlihat indah, berbaur dengan ratusan siluet cahaya lampu mobil. Tidak seperti penjara lainnya, tidak ada dinding tembok yang mengurung LPKA ini. Wajar saja sih, karena tempat ini khusus untuk pembinaan anak-anak, jadi tidak terlalu ketat seperti lapas atau rutan seperti biasanya. Duduk terpekur di sini sangat menyenangkan. Bebas memandang. Lima belas menit aku masih duduk di depan jendela ini. Sudah menjadi kebiasaan semenjak aku di LPKA. Tempat ini akan sangat penting, yang nantinya akan menjadi penanda perjalanan hidupku yang penuh warna, tonggak perubahan yang akan selalu kukenang.
SAYA sempat merasakan menghuni sel tahanan dewasa di kantor polisi. Penghuninya ada yang peduli dan tidak pada saya. Meskipun saya merasa sangat takut tetapi saya berusaha untuk tidak memedulikannya. Salah satu penggalan kejadian ini sepertinya perlu saya ceritakan. Pernah suatu kali ketika saya akan duduk, seorang tahanan dewasa yang tadi terlihat sedang mengobrol dengan sesamanya tiba-tiba menghampiri saya dan langsung melayangkan tinjuan ke wajah saya. Saya hanya pasrah tidak bisa berbuat apa-apa. Padahal rasa sakit di tubuh saya karena pukulan polisi sebelumnya belum lagi hilang, saya sudah mendapatkan “hadiah” berupa tonjokan dari seorang tahanan. Saat itu saya rasanya benar-benar ingin menangis dan menjerit sekuat-kuatnya.
Selama saya ditahan di kantor polisi, tidak ada kegiatan yang bisa dilakukan selain makan dan mandi. Keesokan harinya, seperti biasa ketika lonceng berbunyi kami para tahanan bersiap-siap berbaris dengan rapi untuk menghitung apel, setelah itu kami selalu mendengar arahan dari polisi.
SAYA dibawa dari Kabupaten Bireuen ke LPKA Kelas II B Banda Aceh ini pada 26 Januari 2018. Sampai di sana saya merasa sangat rindu pada keluarga, terlebih pada ibu yang telah melahirkan saya. Yang ada di pikiran saya saat itu hanyalah harapan agar ibu mengunjungi saya yang sekarang sudah berada di kota lain. Besoknya saat ada kesempatan menghubungi keluarga, saya pun berbicara pada ibu. “Mak, kapan Mamak mau datang ke sini?” “Besok Mamak akan datang,” jawabnya dari seberang. “Jangan lupa bawa kakak dan adik ya, Mak,” pintaku. “Baik,” jawab Mak lagi. Esoknya saya bangun tidur pukul delapan pagi. Saya menunggu kedatangan Mamak hingga pukul sembilan tetapi belum ada tanda-tanda akan datang. Saya bertanya-tanya di dalam hati, kenapa Mamak belum datang juga. Namun tak lama kemudian seorang petugas menghampiri saya dan memberitahu ada yang berkunjung. “Kamu pakai baju sekarang dan datang ke pondok karena kamu ada kunjungan,” kata petugas tersebut. “Baik, Pak. Saya akan segera ke sana, terima kasih, Pak,” jawab saya. “Sama-sama.” Setelah berkemas-kemas saya menemui Mamak dan ia langsung mencium dan menanyakan keadaan saya sambil menangis.
SAYA Yakuza (jangan bayangkan ini nama sindikat kejahatan di Jepang). Saya anak bungsu dari tiga bersaudara yang dilahirkan pada 9 September 1999 di Aceh Jaya. Sejak kecil bisa dibilang saya anak yang nakal, tetapi itu bukan kesalahan orang tua saya dalam mendidik saya. Buktinya kakak saya tumbuh menjadi anak yang sangat patuh dan berbakti kepada orang tua. Di sekolah pun dia menjadi salah satu murid yang berprestasi dan selalu membanggakan orang tua. Namun lain halnya dengan saya yang selalu mengabaikan perkataan orang tua dan selalu bermain-main. Jangankan berprestasi di sekolah, terkadang sekolah pun saya tidak masuk alias membolos.
Seiring berjalannya waktu, sekolah pun mulai terabaikan dan saya mulai terpengaruh dengan dunia kelam dan pergaulan bebas yang buruk. Sejak kelas I SMP saya mulai mengenal rokok hingga tak lama kemudian saya terjerumus dalam dunia narkotika karena terpengaruh ajakan teman. Di situlah bisa dikatakan awal dari kehidupan buruk saya. Saya mulai berani melawan orang tua dan mengupayakan segala cara demi bisa menikmati kesenangan sesaat itu.
Apa yang telah aku lakukan …. “Aku tidak melakukan apa pun, Dick”. Remaja tanggung berumur belasan tahun itu menyeringai merasa tidak berdosa karena diberikan namanya pintu tobat yang indah untuk Dick.
Pada suatu hari, Dick dan teman-temannya dipindahkan ke LPKA untuk menjalankan pembinaan yang cukup baik untuk mereka. Pada saat Dick di LPKA dia masih sangat malu mengobrol bersama Bapak dan Ibu, karena dalam pikiran Dick mereka sangat kejam. Ternyata apa yang dipikirkan oleh Dick salah, pada nyatanya mereka sangat menyayangi Dick, Bapak dan Ibu juga mengajarinya membaca dan mengaji bersama.
Dick berpikir tidak ada satu orang pun yang sayang padanya, tapi ternyata masih banyak orang yang menyayanginya. Saat Dick memasuki lingkungan LPKA, ia sangat senang. Di sana pemandangannya sangat indah, tidak seperti penjara lain yang dikelilingi oleh tembok yang tinggi, di LPKA yang terlihat adalah persawahan yang indah. Kemudian Dick menuju ke wisma untuk meletakkan barang yang dibawanya tadi. Sesampainya di depan wisma, Dick melihat pintu masuknya hanya jeruji kecil, tidak seperti jeruji yang kemarin dilihatnya. Lalu Dick pun berpikir bahwa, “Di sinilah aku bertaubat untuk mengubah diriku menjadi lebih baik lagi.”
NAMA saya Abu. Saya berasal dari Bireuen dan lahir pada 2 Agustus 2001 silam. Saya suka musik dan bercita-cita menjadi seorang mekanik. Awalnya hidup saya berjalan normal hingga akhirnya sekarang saya menjadi seorang narapidana. Saya memiliki masalah yang sangat serius sehingga terpaksa berurusan dengan aparat kepolisian setempat dan siap untuk mempertanggungjawabkan masalah yang sudah saya perbuat.
Hari ini, tanggal 1 Agustus 2018 merupakan hari pertama saya menginjakkan telapak kaki dan hari pertama saya terkurung di balik jeruji besi setelah sebelumnya ditangani dan diproses di kantor polres setempat. Saat saya sedang berjalan ke arah pos untuk melepaskan ikatan borgol di tangan saya, semua pandangan mereka tertuju kepada saya. Dari situ saya mulai berpikir kata-kata yang pernah saya dengar dari orang-orang bahwa “penjara itu kejam”. Setelah mengingat kata-kata tersebut, tiba-tiba perasaan saya menjadi tidak karuan, akan tetapi saya tetap berusaha tegar dan menerima apa pun risikonya sesuai dengan apa yang telah saya perbuat. Setelah lama berjalan dan melewati segala pemeriksaan, akhirnya tibalah saya di sebuah kamar yang sudah ditentukan. Selesai meletakkan barang dan peralatan, tiba-tiba saya didatangi oleh seorang pemuda yang sangat gagah. Badannya tegap, tinggi, besar dan seram.
Nama saya Anda. Saya lahir pada 24 September 2002 dan berasal dari Kabupaten Nagan Raya. Saya suka sepak bola dan bercita-cita menjadi pengusaha. Dulunya semua terasa biasa saja hingga akhirnya saya menjadi seorang narapidana seperti saat ini. Saya memiliki masalah yang cukup serius hingga berurusan dengan polisi dan kini harus mempertanggungjawabkan masalah yang telah saya perbuat tersebut.
Tanggal 27 November 2018 adalah hari pertama saya menginjakkan kaki dan sekaligus menjadi hari pertama saya terkurung di balik jeruji besi. Hari itu juga saya dibawa ke Lapas Kelas II Meulaboh. Sesampai di sana saya pun dibawa menuju suatu pos dan di saat yang bersamaan saya melihat seorang laki-laki yang tak asing lagi bagi saya, yakni abang sepupu saya sendiri yang terjerat kasus narkoba. Saat itu saya langsung digeledah dan kemudian saya dibawa menuju sebuah kamar yang menjadi tempat tinggal saya sebelum dipindahkan ke LPKA Banda Aceh.