Dewasa ini, masalah sosial dan budaya terus menjadi sorotan banyak pihak seiring dengan kondisi sosial budaya dalam masyarakat yang mengalami degradasi dan turbelensi akibat arus globalisasi dan modernisasi. Walaupun telah banyak buku serupa ditulis oleh para pakar di bidangnya, namun masih dirasa kurang karena problematika sosial dan budaya semakin komplek mengikuti perkembangan zaman. Buku ini hadir untuk mejawab tantangan itu, sekaligus menawarkan konsep pewarisan pelestarian Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) sebagai tanggung jawab bersama mejaga paru-paru dunia.
Tentang Penulis
Dr. Teuku Muttaqin Mansur, M.H.
Website: http://fsd.unsyiah.ac.id/teukumuttaqien/
Email: tmuttaqien@unsyiah.ac.id
Dr. Sulaiman, S.H., M.H.
Website:http://fsd.unsyiah.ac.id/sulaiman.fh/
Email: sulaiman.fh@unsyiah.ac.id
Dr. M. Adli Abdullah, S.H., M.CL.
Website: http://fsd.unsyiah.ac.id/muhammadadli/
Email: bawarith@unsyiah.ac.id
Hasbi Ali, S.Pd., M.Si.
Website: http://www.fsd.unsyiah.ac.id/hasbi/
Email: hasbi@unsyiah.ac.id
Order Buku
Ilmu sosial dan budaya dasar identik dengan basic humanities. Humanities berasal dari kata latin human yang berarti manusiawi, yang berbudaya dan berbudi halus (refined) diharapkan seseorang mempelajari basic humanities tidaklah sama dengan the humanities (pengetahuan budaya) yang menyangkut keahlian filsafat dan seni; seni pahat, seni tari, dan lain-lain (Tim Penyusun MKD, 2018).
Seperangkat konsep dasar ilmu sosial dan budaya dasar tersebut secara interdisiplin digunakan sebagai alat bagi pendekatan dan pemecahan masalah yang timbul dan berkembang dalam masyarakat. Dengan demikian ilmu sosial dan budaya dasar memberikan alternatif sudut pandang atas pemecahan masalah sosial dan budaya di masyarakat. Berdasarkan pemahaman yang diperoleh dari kajian ilmu sosial dan budaya dasar, mahasiswa dapat mengorientasikan diri untuk selanjutnya mampu mengetahui ke arah mana pemecahan masalah harus dilakukan. Pendekatan dalam ilmu sosial dan budaya dasar lebih bersifat interdisiplin atau multidisiplin, khususnya ilmu-ilmu sosial dalam menghadapi masalah sosial. Pendekatan dalam ilmu sosial dan budaya dasar bersumber dari dasar-dasar ilmu sosial dan budaya yang bersifat terintegrasi. Ilmu sosial dan budaya dasar digunakan untuk mencari pemecahan masalah kemasyarakatan melalui pendekatan interdisipliner atau multidisipliner ilmu-ilmu sosial dan budaya. Sedangkan pendekatan dalam ilmu sosial lebih bersifat subject oriented, artinya berdasarkan sudut pandang dari ilmu sosial tersebut. Misalnya, ilmu ekonomi melihat suatu masalah melalui perspektif ekonomi serta pemecahan masalah pun dari sudut pandang ekonomi pula.
Salah satu makluk yang hidup di muka bumi ini adalah manusia. Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna diciptakan tuhan, hal ini sebagaimana juga dijelaskan oleh Alquran Surah At-Tin ayat 4 bahwa “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya.” Secara umum, terdapat empat makhluk yang ada di bumi yaitu alam, tumbuhan, binatang, dan manusia. Masing-masing memiliki perbedaan sifat seperti alam yang hanya memiliki satu sifat yaitu berupa wujud, tumbuhan dengan dua sifatnya yaitu wujud dan hidup, binatang dengan tiga sifatnya yaitu wujud, hidup, nafsu, dan manusia memiliki sifat wujud, hidup, dibekali nafsu, serta akal budi.
Dari beberapa sifat yang disebutkan, manusia merupakan makhluk yang diberikan keunggulan yaitu berupa akal budi. Akal dan budi merupakan dua hal yang berbeda. Akal didefinisikan sebagai kemampuan berpikir manusia sebagai proses alami yang dimiliki setiap manusia. Dalam pemikiran Al-Fārābī melalui karyanya “Risālaħ fī al-Tanbīh ‘Alā Subuli al-Sa’ādaħ”, ia menjelaskan bahwa akhlak itu bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan yang merupakan tujuan tertinggi yang diinginkan dan diusahakan oleh setiap manusia. Menurut Al-Fārābī, akhlak, baik yang terpuji maupun yang tercela bisa didapat melalui mumārasaħ (pembiasaan). Akhlak terpuji dapat diperoleh melalui adat kebiasaan, yaitu dengan melakukan suatu aktivitas secara berulang-ulang dalam waktu lama dan dalam masa yang berdekatan (Ahmad Daudy, 1996).
Di dalam diri manusia terdapat dua kepentingan, yaitu kepentingan individu dan kepentingan bersama. Kepentingan individu didasarkan manusia sebagai makhluk individu karena pribadi manusia yang ingin memenuhi kebutuhan pribadi. Kepentingan bersama didasarkan manusia sebagai makhluk sosial (kelompok) yang ingin memenuhi kebutuhan bersama. Dalam perjalanannya, kepentingan-kepentingan tersebut kadang saling berhadapan dan kadang pula saling berkait. Terkadang muncul suatu penolakan dan penerimaan yang pada akhirnya bermuara pada etika, yaitu suatu ajaran tentang norma dan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan manusia. Artinya titik kompromi antara kepentingan individu dan bersama ditimbang menurut kadar etis tidaknya kedua kepentingan tersebut.
Menurut Jurgen Habermas (2001), masyarakat memiliki tiga jenis kepentingan yang kuat melalui pendekatan rasio berbeda. Pertama, kepentingan teknis (objective-welt). Hal ini snagat berhubungan dengan penyediaan sumber daya natural dan juga kerja (instruentalis). Kedua, kepentingan interaksi (social-welt). Ini merupakan kepentingan praktis yang sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Ketiga, kepentingan kekuasaan. Di satu sisi, hal ini berhubungan erat dengan distribusi kekuasaan dalan masyarakat. Di sisi lain, adanya sebuah kebutuhan dasar manusia untuk membebaskan diri dari segala bentuk dominasi atau kebebasan (freeiheit). Freiheit, yang menurut Sartre sebagai syarat utama yang mendorong eksistensi manusia menuju peradaban yang maju.
Berbicara tentang manusia sangatlah kompleks. Manusia tidak hanya berbicara soal fisik, melainkan juga mental. Tidak sebatas raga tetapi juga jiwa. Kondisi ini yang terus-menerus diperbincangkan. Termasuk ketika dihubungkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Tidak mungkin diabaikan peran dan posisi manusia terkait dengan berbagai perkembangan, termasuk hubungannya tidak hanya dengan sesama manusia, melainkan juga dengan alam dan pencipta. Ada satu hal yang mungkin dilupakan oleh banyak manusia. Ketika The Daily Telegraph edisi 18 Oktober 2001 memuat satu perkembangan ilmu pengetahuan yang penting, yakni apa yang menyebabkan manusia bisa bertahan dari waktu ke waktu. Tentu proses bertahan ini dari rumus alamiah, tidak dalam konteks agama.
Untuk makna nilai, Bertens (2007) menjelaskan nilai sebagai sesuatu yang menarik bagi seseorang, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang dicari, sesuatu yang disukai dan diinginkan. Pendeknya, nilai adalah sesuatu yang baik. Lawan dari nilai adalah non-nilai atau disvalue. Ada yang mengatakan disvalue sebagai nilai negatif. Sedangkan sesuatu yang baik adalah nilai positif (Abad, 2016:187-204). Secara konsep, apa yang dinamakan moral berasal dari bahasa Latin mos-moris, yang artinya adat kelakuan atau kebiasaan. Moral secara istilah luas disebut pula kesusilaan (etika) yang berhubungan dengan akhlak. Isinya, laku susila yang mendasarkan norma, inspirasinya dari wahyu Yang Ilahi. Moral, bidang yang berkaitan dengan tindakan adil dan tidak adil, baik dan tidak baik, dalam saling menghormati sesama manusia. Moral disebut pula kesusilaan atau etika yang menyangkut tindakan, laku manusia sebagai subjek berakal budi, dan berkehendak bebas dalam relasinya dengan sesama manusia sebagai makhluk sosial. Hukum berfungsi untuk mewujudkan ketertiban dalam masyarakat, sehingga terwujudnya kehidupan manusia yang harmonis. Namun demikian, dalam penerapan hukum tidak boleh terlepas dari sejumlah nilai- nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat terkait dengan keadilan hukum.
Profesor Stephen William Hawking memperkirakan bahwa sejak hampir dua dekade lalu, ancaman terbesar manusia bagi ras mendatang bukanlah nuklir, sebagaimana digembar-gemborkan banyak pihak, melainkan riset biologi. Ilmuwan asal Inggris yang lahir pada 8 Januari 1942 ini, menekuni bidang matematika terapan dan fisika teoritis. Ia memperoleh Ph.D dari Trinity Hall Cambridge dengan tesis Properties of Expanding Universes. Hawking salah satu manusia yang meyakini bahwa alien (makhluk asing; kehidupan di luar bumi) itu ada. Bahkan menurutnya, jika alien itu mengunjungi bumi maka sama persis seperti Columbus mengunjungi Amerika. Nasib yang tidak baik bagi penduduk asli Amerika, diperkirakan begitulah jika alien datang ke bumi. Ia sudah memperoleh banyak penghargaan (Sulaiman Tripa). Perkiraan riset biologi, antara lain diyakini melalui berbagai virus yang dibuat manusia melalui aneka ragam rekayasa genetik, dapat menghancurkan ras manusia ketika organisme itu terlepas ke lingkungan dan tidak dapat dimusnahkan. Ia akan kehilangan kontrol. Hawking melihat tetap ada yang positif dari semua perkembangan ilmu pengetahuan.
Dalam kitab Alquran sudah diperingatkan bahwa kerusakan bumi adalah akibat ulah tangan manusia. Wujudnya ada berbagai macam dan cara. Namun, sepertinya keserakahan menjadi kata kunci utama. Keserakahan ingin di depan, ingin menguasai umat manusia, ingin selalu heroik dalam memainkan gendang perang, dan ingin menjadi pemenang dalam setiap permainan catur dunia. Kecerdasan buatan manusia itu disebut Stephen Hawking, seorang ahli fisika teoritis di Universitas Cambridge. Orang yang tidak mau berelasi dengan isi kitab suci. Tempo 4 Desember 2016 mengutip sebuah opini dari The Guardian, di mana ilmuwan Stephen Hawking menyebut bahwa teknologi dan globalisasi mempengaruhi orang secara buruk. Teknologi telah membawa banyak perubahan bagi manusia. Dalam 20 atau 30 tahun terakhir, perkembangan teknologi seolah berlipat, tidak sebanding dengan perkembangan dari tahuntahun sebelumnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan perubahan yang besar dalam kehidupan manusia. Semangat hidup materialis yang berpusat pada kepentingan individu atau kelompok terkadang lebih mendominasi daripada kepentingan umum, bangsa, dan negara. Di samping itu, pertambahan populasi manusia juga dapat berkontribusi mengakibatkan munculnya persaingan tidak sehat demi memenuhi kebutuhan individu dan kelompok yang semakin besar di tengah sumber daya alam yang semakin sempit. Pembangunan yang berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam dapat pula menjadi faktor yang dapat menimbulkan terjadinya krisis dan terganggunya keseimbangan lingkungan. Selain itu, aktivitas penduduk untuk memenuhi kebutuhan pangan dan sosialnya juga dapat meningkatkan laju pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan sehingga terjadi kenaikan aktivitas eksploitasi sumber daya alam, bahkan tidak terkendali. Pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terkendali dapat mengancam kelangsungan ekosistem, fungsi kelestarian lingkungan hidup, bahkan konflik ekologi, manusia, alam, dan satwa, serta dapat berdampak terjadinya bencana alam.
Oleh karena demikian, problematik eksploitasi sumber daya alam perlu dikendalikan. Namun begitu, upaya pengendalian sering menjadi dilema. Di satu sisi pemerintah menerbitkan berbagai kebijakan pengetahuan demi melindungi fungsi lingkungan. Tetapi di sisi lain, pemerintah berada pada dilema dan seolah negara tidak berdaya pada eksploitasi sumber daya alam yang terus terjadi untuk berbagai kepentingan. Problematik dan dilematik pemanfaatan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup juga dapat dilihat dengan semakin maraknya pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di satu sisi, dengan kenyataan yang tidak berbanding lurus dari arah dan tujuan pembangunan berkelanjutan di sisi yang lain menyebabkan kerusakan lingkungan sering tak terkendali. Salah satu dampak kerusakan yang diakibatkan tangan manusia tersebut adalah pembangunan yang tidak mempertimbangkan aspek lingkungan dan alam sekitar.
Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) secara resmi ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional. Penetapan KEL dapat ditemukan dalam Lampiran X PP Nomor 26 tahun 2008 tersebut. Lampiran PP (lampiran VIII) juga menetapkan Taman Nasional Gunung Leuser masuk Kawasan Lindung Nasional. Dalam konsideran (dasar pertimbangan) Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1998 tentang Kawasan Ekosistem Leuser dinyatakan bahwa, KEL merupakan wilayah yang secara alami terintegrasikan oleh faktorfaktor bentangan alam, karakteristik khas flora dan fauna, keseimbangan habitat dalam mendukung kesinambungan hidup keanekaragaman hayati, dan faktor-faktor khas lainnya sehingga membentuk satu kesatuan ekosistem tersendiri yang dikenal dengan sebutan Ekosistem Leuser. KEL terletak di dua provinsi di Pulau Sumatera yaitu, Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara. Di Provinsi Aceh, KEL terbentang di 13 Kabupaten/Kota, meliputi: Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Utara, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Kota Subulussalam, dan Aceh Singkil. Sedangkan di wilayah Sumater Utara, KEL membentang di 4 Kabupaten, meliputi: Langkat, Dairi, Karo dan Deli Serdang. Luas Wilayah KEL untuk wilayah Provinsi Aceh dan Sumatera Utara saat ini tercatat seluas, 2.6 juta hektare (Nurbaidah, 2012).
Dari tahun ke tahun Kawasan Ekosistem Leuser terpantau mengalami kerusakan. Kerusakan diakibatkan oleh adanya tiga hal utama, yaitu: pembalakan liar, perambahan untuk kebun, hingga pertambangan. “Ini adalah tiga masalah besar yang belum terselesaikan hingga saat ini”. (Junaidi Hanafiah, 2019). Yayasan Leuser Internasional dan Flaura Fauna Indonesia dalam Triono Edy (2015) menyebutkan bahwa angka rata-rata kerusakan hutan di Aceh setiap tahunnya mencapai 23,124,41 hektare (2006-2012). Di Kota Subulussalam didapati sekitar 3,946 hektar telah hancur, Kabupaten Nagan Raya 2,581,90 hektare, dan Kabupaten Gayo Lues mencakup 2,064 hektare (theglobejournal.com). Selain itu, Lembaga Transparansi Internasional Indonesia tahun 2013 dalam Triono Edy (2015) menyatakan, kerusakan hutan di NAD 99 persen akibat maraknya pembalakan hutan secara liar (infojpik.or.id).
Buku ajar Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) ini menyajikan informasi dan memandu atau memberikan tuntunan kepada mahasiswa untuk lebih memahami materi kuliah yang diajarkan oleh dosen pengampu. Sebuah buku ajar dikatakan berkualitas apabila materi yang disajikan dalam buku tersebut dapat dipahami dan diterapkan dengan baik oleh pembacanya. Buku ajar Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) ini bertuuan untuk memberi wawasan dan hal baru kepada mahasiswa dalam memahami materi kuliah secara mandiri, juga menjadi panduan bagi para dosen pengampu dalam menyajikan perkuliahan. Peran dosen pengampu di sini adalah sebagai media perantara penyampai informasi yang terdaapat di dalam buku ajar tersebut agar dapat disampaikan kepada mahasiswa. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) memberikan pemahaman kepada mahasiswa untuk memahami berbagai keragaman dalam masyarakat baik budaya, etnis, maupun keyakinan. Keragaman ini perlu dipahami mahasiswa, sehingga mereka dapat memahami bahwa manusia di mata Tuhan adalah sederejat.