Industri pariwisata merupakan industri yang tidak hanya memberikan kontribusi kepada perekonomian suatu Negara namun juga memiliki kontribusi kepada lingkungan social–budaya dan lingkungan alam suatu Negara. Bagi turis dengan berpartisipasi dalam kegiatan wisata mereka dapat merasakan kebahagian (Happiness) atau kepuasan hidup (life satisfaction) karena mereka mendapatkan kesempatan untuk beristirahat dari pekerjaan mereka atau rutinitas mereka sehari-hari. Keterkaitan antara tourism dengan kebahagian sudah tidak diragukan lagi dimana tempat tujuan wisata merupakan rumah sementara bagi turis oleh karena itu menentukan kebahagian mereka. Turis memilih sebuah tujuan wisata untuk dikunjungi berdasarkan pada pilihannya dan nilai yang diinginkan dengan mempertimbangkan factor manfaat yang diharapkan dan biaya. Selama kunjungan, turist menciptakan persepsi pada nilai spesifik dari tujuan wisata dalam pikiran mereka, yang mana menghasilkan baik itu kepuasan maupun ketidakpuasan dengan kunjungan tersebut. Penerapan ICT pada daerah tujuan wisata dapat menyediakan akses informasi bagi organisasi pariwisata dan turis melalui integrasi dan centralisasi platform data. Melalui buku ini diharapkan masyarakat dan pemerintah dapat mengetahui pentingnya pariwisata yang menyenangkan untuk dapat menarik minat turis dan peningkatan ekonomi.
Tentang Penulis
Prof. Dr. Nasir, S.E., MBA.
Website: http://fsd.unsyiah.ac.id/nasirazis/
Email: nasirazis@unsyiah.ac.id
Dr. Syafruddin, S.E., MBA
Website:http://fsd.unsyiah.ac.id/syafruddinchan/
Email: syafruddin.chan@unsyiah.ac.id
Order Buku
Industri pariwisata merupakan industri yang tidak hanya memberikan kontribusi kepada perekonomian suatu Negara namun juga memiliki kontribusi kepada lingkungan social–budaya dan lingkungan alam suatu Negara. Industri pariwisata memiliki dua stakeholder utama yaitu masyarakat tempat tujuan wisata dan turis dimana kedua stakeholder tersebut dapat merasakan dampak dari partisipasi mereka dalam kegiatan pariwisata. World Trade Organization (1999), dikutip dari McCabe, Joldersma & Li, (2010) mengatakan bahwa partisipasi dalam kegiatan pariwisata dapat memberikan manfaat berupa (1) dorongan untuk berinteraksi antarbudaya, sehingga terciptanya rasa perdamaian dan pemahaman antara budaya yang satu dengan yang lain (2) manfaat social dan individual yang diperoleh dari pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran dari suatu daerah wisata (3) manfaat individual bagi turis.
Bagi turis dengan berpartisipasi dalam kegiatan wisata mereka dapat merasakan kebahagian (Happiness) atau kepuasan hidup (life satisfaction) karena mereka mendapatkan kesempatan untuk beristirahat dari pekerjaan mereka atau rutinitas mereka sehari-hari. Namun demikian, pengaruh ini tidak secara langsung dirasakan oleh turis. Rasa bahagia yang dialami dari turis dipengaruhi oleh tingkat kepuasan mereka terhadap tourism service dan tourism experience dari daerah tujuan wisata yang mereka kunjungi. Hal ini telah dikonfirmasi oleh penelitian yang dilakukan oleh Lee, Lee, Chung, Koo (2017) dimana mereka menemukan bahwa tingkat kepuasan turis akan traveller’s service dan travel experience memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kebahagian turis. Dengan kata lain, untuk meningkatkan tingkat kebahagian turis selama melakukan liburan ke suatu daerah wisata, pengelola destinasi wisata harus meningkatkan kepuasan turis melalui peningkatak kualitas layanan yang diberikan. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan Information Communication Technology (ICT) ke daerah tujuan wisata. Hal ini karena, turis sangat bergantung kepada teknologi digital selama melakukan liburan. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Travelport (2017) sekitar 11.000 penduduk dunia menggunakan peralatan digital ketika merencanakan dan booking suatu perjalanan. Smart Tourism Technology (STT) adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan pemanfaatan ICT dalam daerah tujuan wisata.
Menurut Nawjin (2010 dalam McCabe, et al 2010) Happiness terdiri dari eudaemonia, kepuasan hidup (life satisfaction) serta suasana hati (mood) dan emosi (affect). Menurut kamus Merriam-Webster, eudaemonia diartikan sebagai sebuah teori dimana pencapaian tertinggi adalah kebahagian (happiness) dan kesejahteraan pribadi (Personal well-being). Para peneliti mendefinisikan life satisfaction sebagai suatu indeks gabungan dari kepuasan pribadi terhadap berbagai macam wilayah kehidupan (life domain) dari kondisi kesehatan dan ekonomi sampai dengan partisipasi dalam liburan maupun waktu senggang (Yong Chen & Li, 2018). Kehidupan yang bahagia merupakan tujuan hidup dari semua orang, namun demikian setiap orang memiliki cara yang berbeda untuk mencapai tujuan tersebut. Keterkaitan antara tourism dengan kebahagian sudah tidak diragukan lagi dimana tempat tujuan wisata merupakan rumah sementara bagi turis oleh karena itu menentukan kebahagian mereka (Chen & Li, 2018).
Pengalaman Pariwisata didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang berbeda dengan pengalaman hidup sehari-hari (Neuhafner, et al 2014). Sedangkan Smith (1993) mengartikan pengalaman turis sebagai interaksi antara turis dengan beragam fasilitas, layanan, dan sikap dari berbagai perusahan yang ada dalam system pariwisata. Pengalaman pariwisata yang berkesan dapat tercipta baik sebelum melakukan perjalanan maupun sesudah melakukan perjalanan. Buonincontri dan Micera (2016) menyatakan bahwa terdapat tiga proses pengalaman turis, yaitu: (1) fase pra perjalanan dimana turis masih berada di rumah, mencari informasi, memilih tujuan wisata, dan membeli penawaran. (2) fase on-site, ketika turist mengunjungi tujuan wisata, dan (3) Fase setelah perjalanan, ketika turis kembali ke rumah dan mengingat kembali perjalanan tersebut. Setiap fase ini memiliki kunci yang dapat memuaskan turis seperti yang diutarakan oleh Neal, Uysal, and Sirgy, (2007).
Nilai yang dirasakan dipahami sebagai perbandingan, atau trade-off, antara “mendapatkan” atau “Memberi” (Bradley & Sparks 2012; Gallarza & Saura, 2006), sedangkan kepuasan adalah perbedaan antara harapan dan kenyataan. Para peneliti menggambarkan perceived value sebagai penilaian konsumen terhadap manfaat yang diperoleh dari mengkonsumsi suatu produk dari banyak produk yang tersedia di pasar dengan pengorbanan untuk memperoleh produk tersebut (Bajs, 2015). Sedangkan bila diaplikasikan dalam topic tourism, perceived valued of destination sebagai transaksi pertukaran antara waktu/uang yang diinvestasikan selama perjalanan dengan pengalaman yang diperoleh dengan berkunjung ke suatu tujuan wisata (Murphy, Pritchard, & Smith, 2000 dikutip dalam Basj 2015). Dalam pengertian tersebut dapat dilihat bahwa dalam menilai suatu produk atau tujuan wisata, konsumen/turis akan membandingkan manfaat/pengalaman (perceived benefits/experience) yang dia terima dengan pengorbanan (Perceived sacrifice/cost) yang ia keluarkan.
Turis memilih sebuah tujuan wisata untuk dikunjungi berdasarkan pada pilihannya dan nilai yang diinginkan dengan mempertimbangkan factor manfaat yang diharapkan dan biaya. Selama kunjungan, turist menciptakan persepsi pada nilai spesifik dari tujuan wisata dalam pikiran mereka, yang mana menghasilkan baik itu kepuasan maupun ketidakpuasan dengan kunjungan tersebut. Jika nilai yang dirasakan selama kunjungan dan setelah kunjungan tidak kurang dari nilai yang diharapkan sebelum kunjungan dan jika manfaat yang diterima lebih tinggi daripada biaya yang dikeluarkan, hal ini akan menghasilkan kepuasan, yang selanjutkan akan meningkatkan keinginan turis untuk mengunjungi kembali tujuan wisata tersebut atau untuk memberitahukan kepuasan mereka dengan pengalaman yang positif kepada yang lain.
Pariwisata merupakan industry dengan system yang kompleks yang memiliki banyak stakeholder yang memiliki minat yang berbeda-beda antara satu sama lain, maka untuk mengatasi hal tersebut diperlukan pendekatan yang pintar (smartness approach) (Buhalis dan Amranggana 2015). Smartness approach yang dimaksud di sini adalah penggunaan Information and Communication Technology (ICT) untuk mengurangi complexity dari tourism industry. Melalui ICT, suatu daerah tujuan wisata perlu untuk diciptakannya interconnect antar stakeholder dengan tujuan mempermudah pertukaran informasi mengenai aktivitas pariwisata (Buhalis dan Amranggana 2015).
Penerapan ICT pada daerah tujuan wisata dapat menyediakan akses informasi bagi organisasi pariwisata dan turis melalui integrasi dan centralisasi platform data (Buhalis dan Amranggana 2015). Melalui ICT, turis akan dengan mudah personalized kegiatan aktivitas pariwisata mereka di daerah tujuan wisata yang selanjutnya akan berdampak pada peningkatan tourism experience turis tersebut di daerah tujuan wisata (Buhalis dan Amranggana 2015).
Penulis melakukan penelitian mengenai keterkaitan antara variable Teknologi pariwisata cerdas dan Nilai wisata yang dirasakan terhadap kebahagiaan turis dan pengalaman pariwisata yang berkesan pada pariwisata Aceh. Penulis memilih tiga lokasi wisata di Aceh yaitu Kota Banda Aceh, Sabang dan Aceh Besar. Sasaran responden adalah turis internasional dan domestik yang datang dan berkunjung ke Aceh. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner yang terdiri dari 36 pernyataan yang diambil dari penelitian terdahulu. Penelitian ini berhasil mendapatkan 350 data yang dianalisa dengan menggunakan metode Structural Equation Model (SEM) dan Multi-Group Analysis.
Ada 350 wisatawan yang dipilih sebagai responden penelitian. Semua kuesioner yang dibagikan kepada responden dikembalikan dan diisi penuh. Dari 350 responden, mayoritas dari mereka adalah perempuan (53,1%) dan sisanya 46,9% adalah lakilaki. Dalam hal pendidikan, kebanyakan dari mereka (46%) lulus dari perguruan tinggi dan hanya 15% dari mereka berada di tingkat sekolah menengah. Mayoritas pekerjaan mereka adalah karyawan (37%); 26% dari mereka adalah ibu rumah tangga dan 5% dari mereka adalah pelajar. Beberapa dari mereka memiliki lebih dari 10 hari waktu perjalanan (50%) dan 22% dari mereka menghabiskan 4-5 hari perjalanan liburan. Dari 350, 132 adalah turis internasional yang datang dari berbagai negara. Jumlah terbesar berasal dari Malaysia 23%, kemudian wisatawan datang dari Amerika Serikat adalah 16%, Prancis 14%, diikuti oleh Australia 13%, Inggris 7%, Kanada 5% dan Jerman 5%. Sisanya berasal dari Italia, Selandia Baru, Spanyol, dan Swish, masingmasing dengan 2% dan Swiss, Austria, Bangladesh, Belgia, Chili, China, Finlandia, Irlandia dan Qatar, masing-masing menyumbang 1% dari wisatawan yang menjadi responden dari ini penelitian.
Studi ini secara empiris mengeksplorasi pengaruh langsung dari nilai tujuan yang dipersepsikan dan teknologi pariwisata pintar pada kebahagiaan wisatawan dan pengalaman yang mengesankan bagi wisatawan yang memiliki pengaruh langsung positif dan signifikan dalam industri pariwisata Aceh Indonesia. Ini berarti bahwa untuk memperkuat pengalaman yang mengesankan dari para tutor yang datang ke Aceh Indonesia, intervensi oleh para pemangku kepentingan untuk memperkuat nilai tujuan dan teknologi pariwisata cerdas baik secara langsung maupun melalui kebahagiaan wisatawan mutlak diperlukan. Koefisien pengaruh tertinggi di antara 3 variabel eksogen ditunjukkan oleh teknologi pariwisata cerdas (3.09). Sehingga dapat dipastikan peran teknologi pariwisata cerdas lebih dominan daripada dua variabel lainnya untuk meningkatkan pengalaman berkesan wisatawan.
Jika dilihat pada level dimensi dan indikator, dimensi aksesibilitas yang memiliki angka koefisien tertinggi (0,98) dibandingkan dengan 3 dimensi lainnya, sedangkan dimensi indikator dalam model aksesibilitas yang memiliki efisiensi tertinggi adalah a1 (0,858). Temuan ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan pengalaman berkesan wisatawan yang datang ke Aceh, dapat dilakukan baik untuk kelompok wisatawan domestik dan internasional dengan mempertahankan tujuan wisata yang komprehensif dan dapat disesuaikan serta konten informasi wisata untuk menjawab kebutuhan informasi unik dari masing-masing wisatawan.