Kewenangan Gubernur Aceh Terkait Pengangkatan Kapolda dalam Konsepsi Negara Kesatuan

Description

Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam konteks otonomi khusus Aceh menghadirkan dinamika yang kompleks, terutama dalam hal pengangkatan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda). Buku ini mengupas secara mendalam tentang disinkronisasi hukum yang terjadi antara Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) dengan peraturan perundang-undangan lainnya, khususnya terkait ketentuan Pasal 205 UUPA yang mengharuskan adanya persetujuan Gubernur dalam pengangkatan Kapolda Aceh. Permasalahan ini menjadi semakin menarik mengingat urusan keamanan dan ketertiban merupakan domain pemerintah pusat, namun di sisi lain Aceh memiliki keistimewaan khusus yang dilandasi oleh faktor historis dan sosio-kultural yang kuat.

Melalui analisis yang komprehensif, buku ini menelusuri akar permasalahan dengan mempertimbangkan berbagai aspek, mulai dari sejarah panjang Aceh, proses perdamaian Helsinki, hingga implementasi otonomi khusus dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Pembahasan tidak hanya berfokus pada aspek yuridis formal, tetapi juga mengintegrasikan perspektif politik, sejarah, dan kekhususan Aceh sebagai daerah yang menerapkan Syariat Islam. Buku ini menawarkan pemahaman mendalam tentang bagaimana menyeimbangkan kepentingan otonomi khusus dengan sistem negara kesatuan, serta memberikan rekomendasi konkret untuk menyelesaikan permasalahan disinkronisasi hukum dalam pengangkatan Kapolda Aceh. Karya ini tidak hanya relevan bagi praktisi hukum dan akademisi, tetapi juga bagi para pemangku kebijakan yang berkepentingan dalam pengembangan hubungan pusat-daerah yang lebih harmonis