Oleh Husaini Ende – Jan 24, 2021
BANDA ACEH | ACEHKITA.COM – Syiah Kuala University (USK) Press menerbitkan buku berjudul ‘Oase Pandemi Covid-19 Based on True Stories’. Buku yang terdiri dari 4 jilid ini merupakan kumpulan tulisan peserta lomba menulis kisah inspiratif berdasarkan pengalaman menghadapi pandemi Covid-19.
Ketua USK Press, Taufik A. Gani mengatakan bahwa kehadiran buku Oase Pandemi Covid-19 Based on True Stories diharapkan dapat memberikan sumber pengetahuan terkait Covid-19.
“Oleh karena itulah judul yang dipilih adalah oase pandemi Covid-19. Makna oase adalah sebagai tempat yang dituju para musafir di daerah padang pasir karena di sana terdapat sumber air, sumber kehidupan,” ujar Taufik dalam keterangan tertulis, Minggu (24/1).
Ia menjelaskan, para penulis buku tersebut berasal dari berbagai latar belakang atau profesi seperti guru, dosen, dokter, apoteker, mahasiswa, dan masyarakat umum. Bahkan para penulis buku itu berada di lintas negara dan benua sehingga menjadikan isi buku tersebut semakin berwarna.
“Ada yang sedang studi di Australia, Turki dan Filipina. Kisahnya sangat menarik karena ditulis betul-betul berdasarkan pengalaman nyata yang dialami. Siapa saja layak membaca buku ini, dan tentu akan menikmati bagaimana hikmah di balik musibah wabah Covid-19,” sebutnya.
Buku yang dieditori oleh Rita Khathir dan Taufik A. Gani merupakan kumpulan tulisan 35 orang penulis yang karyanya terpilih untuk dibukukan dalam sebuah buku berjudul Oase Pandemi Covid-19 Based on True Stories.
Dalam pengantarnya, editor mengharapkan agar buku ini bermanfaat bagi masyarakat sebagai salah satu upaya mitigasi bencana Covid-19. Buku ini diharapkan dapat menjadikan satu upaya penyatuan kata dan tindakan dalam pemutusan rantai penyebaran Covid-19, di mana membutuhkan kesepahaman berbagai elemen seperti pemerintah, Ulama dan seluruh masyarakat.
Menurut Rita, ada banyak pelajaran yang dapat dipetik dari berbagai kisah nyata yang disajikan. “Ada perjuangan, ada keberanian, ada kesabaran, ada air mata dan cinta, dan sudah pastinya adanya ilmu pengetahuan tentang Covid-19,” sebutnya.
“Kami membagi cerita dalam 4 oase yaitu oase dunia kesehatan, oase dari luar negeri, oase dari dunia pendidikan dan oase dari kehidupan sosial kemasyarakatan. Buku ini sudah dijual secara online di ebooks.gramedia dan shopee. Dengan demikian siapa saja di seluruh pelosok negeri dapat memesan buku ini,” ujar Rita.
Rektor USK, Prof. Samsul Rizal, dalam sambutannya di buku ‘Oase Pandemi Covid-19 Based on True Stories’ menyampaikan apresiasi yang sangat tinggi kepada USK Press dan para penulis yang telah berpartisipasi.
“Sungguh sebuah buku merupakan karya yang sangat besar manfaatnya dan bersifat abadi untuk dikenang oleh generasi bangsa ini. Di tengah upaya kita meningkatkan sumber daya manusia melalui pendidikan yaitu dengan cara membaca dan menulis, kehadiran buku ini menambahkan kekayaan literatur dan tentunya menjadi sumber bacaan yang bermutu dan penuh hikmah bagi masyarakat,” tulis Samsul. (acehkita.com)
Order Buku Oase Pandemi Covid-19 – Jilid 1
Saya adalah seorang dosen yang bekerja di sebuah universitas terkemuka di ujung barat Indonesia. Tepatnya saya bekerja di bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, sehingga saya sangat memahami tentang segala jenis penyakit paru dan ragam rupa penyakit infeksi di saluran pernafasan. Kebetulan, saya juga baru menyelesaikan pendidikan di bidang imunologi, yaitu bidang atau studi tentang sistem kekebalan tubuh pada semua makhluk hidup. IImu Imunologi mengukur dan mengkontekstualisasikan fungsi fisiologis sistem kekebalan pada berbagai keadaan kesehatan dan penyakit; kerusakan sistem kekebalan tubuh merupakan bagian dari gangguan imunologi manusia.
Sebagian kita mungkin pernah menyaksikan film 28 Days Later, film karya sutradara Danny Boyle yang tayang perdana pada tanggal 27 Juni 2003. Film produksi Fox Searchlight Picture tersebut mengisahkan perjuangan Jim (Cillian Murphy) mencari tempat berlindung dari virus mematikan. Virus yang tak tersembuhkan itu menyebar setelah salah satu simpanse yang terinfeksi kabur dari kandangnya dan dengan cepat manusia ikut tertular. Wabah yang semakin menyebar menimbulkan kegemparan. Manusia yang terinfeksi berubah menjadi zombie. Setelah 28 hari penyebaran virus, Jim, yang merupakan seorang kurir, terbangun dari korna dan kebingungan dengan keadaan kota London yang benar- benar sepi. Dia tidak mendapati siapa pun di rumah sakit. Saat dia keluar rumah sakit dan berkeliling di Inggris, semua kosong. Tidak ada orang satu pun. Hanya ada tanda-tanda bencana dan serakan-serakan kerusakan infrastruktur. Jim akhirnya bertemu Selena (Naomie Harris) dan Mark (Noah Huntley) yang menjadi pusat cerita di film ini di mana mereka mencari perlindungan dari zombi yang berkeliaran di kota London.
Kehidupan seorang dokter spesialis bedah yang bekerja di dua rumah sakit swasta di kota Bogor adalah sebuah perjalanan cepat dari hari ke hari yang harus dijalani dengan kedisiplinan tinggi tanpa mengesampingkan kebutuhan untuk sesekali melakukan perjalanan wisata. Aku harus dapat membagi waktu dengan pas untuk menjadi dokter tetap di RS PMI Bogor dan dokter tamu di RS Azra Bogor. Konsil Kedokteran Indonesia dan Ikatan Dokter Indonesia mengizinkan seorang dokter untuk berpraktek maksimal di tiga tempat praktek. Tetapi buatku dua tempat praktek yang terletak di jalan yang sama sehingga searah dengan tempatku tinggal sudah merupakan suatu berkat tersendiri. Aku bekerja di RS PMI Bogor sejak Januari 2004 sampai sekarang. Hal itu berlangsung selama 10 tahun lebih dan bertambah dengan satu tempat praktek lagi ketika kolega di RS Azra mengajakku bergabung. Lumayan 2 hari praktek di RS Azra yaitu hari Rabu dan Jumat. Kami bekerja 6 hari seminggu berbeda dengan jumlah hari kerja di Jakarta atau pun perkantoran di Bogor pada umumnya. Bekerja penuh dengan hanya satu hari libur menjadikan hari Minggu sebagai satu-satunya hari istirahat. Itu pun tidak dapat mengurangi rasa tanggung jawab bila ada kasus gawat darurat yang harus segera dioperasi. Tidak setiap hari merupakan hari sibuk. Tuhan tahulaaah kemampuan hambaNya. Hari Kamis adalah hari yang dicadangkan untuk mengambil jeda sejenak di antara kesibukan ke kesibukan lainnya.
Aku seorang apoteker yang sehari-hari bekerja di sebuah apotek swasta terbesar di kabupaten Berau, Kalimantan timur. Pekerjaanku sehari-hari sama seperti sejawat apoteker lainnya melakukan pelayanan kefarmasian baik managerial maupun pelayanan resep dokter dan swamedikasi. Diapotekku bukan cuma menyediakan obattapijugasuplemen kesehatan seperti madu. Kapsul habbatussauda, vitamin, dan herbal. Apotekku juga jual hand sanitizer dan masker. Tetapi entah pada saat itu sebelum Covid-19 menyerang suplemen kesehatan, hand sanitizer, masker adalah barang yang jarang laku. Aku bahkan bersyukur kalau ada yang borong masker dan beli satu botol hand sanitizer. Begitu juga dengan suplemen seperti vitamin dan herbal yang laku kalau ada resep dokter saja. Ketika aku melakukan swamedikasi (konsultasi penyakit ringan dan obat tanpa resep yang bisa digunakan) atau melayani pelanggan yang mau beli obat biasanya kutawarkan vitamin atau hebal karena vitamin atau herbal bagus buat daya tahan tubuh terlebih lagi kalau lagi tidak enak badan dan terkena flu, tapi yah begitu masyarakat cuma berpikir “yang penting sembuh” itu saja, soal menjaga asupan vitamin dan perilaku PHBS (Pola Hidup Bersih Sehat) dan memakai masker ketika sakit, cuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah makan dan setelah aktivitas entahlah hanya dianggap iklan oleh orang-orang.
Alhamdulillah, menjadi dokter spesialis penyakit dalam (Sp.PD) adalah nikmat dan anugerah Allah pada saya, Azkia. Gelar Sp.PD resmi tercantum di belakang nama saya sejak tanggal 16 Agustus 2017. Panjang sejarahnya, berliku perjalanannya, suka duka, cita dan cinta silih berganti masanya.
Tulisan berikut akan mengupas berbagai nikmat yang saya rasakan sebagai dokter spesialis penyakit dalam, terutama di masa pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia dan menimbulkan kehawatiran yang signifikan, karena efek yang ditimbulkannya dapat membawa maut pada penderitanya.
Siapa yang tidak ingin menjadi dokter spesialis? Spesialis penyakit dalam pula, profesi yang diminati oleh banyak dokter umum dan mungkin menjadi impian banyak orang, namun tidak semua individu berkesempatan dan available untuk menjalani proses pendidikannya. Projesi ini juga dicari banyak pasien untuk berbagai keluhan dan gejala penyakit yang timbul.
Merantau adalah hal yang sangat menyenangkan. Sebagai muslim, merantau bagi saya menjadi momentum untuk mengenal bumi Allah. Alhamdulillah saya diberikan kesempatan oleh Allah untuk merantau ke Taiwan, yaitu sebuah negara pulau yang sebelumnya tidak pernah saya kenal. Bahkan tak pernah terlintas sedikitpun di pikiran bahwa saya akan menginjakkan kaki di Pulau Formosa ini. Awal mula saya tinggal disini, saya merasa sangat susah untuk beradaptasi. Banyak faktor yang memengaruhi seperti perbedaan bahasa, budaya, kebiasaan dan yang paling sulit adalah saat menjadi kelompok minoritas muslim di negara asing. Alhamdulillah kini tidak terasa akhirnya sudah menginjak tahun ketiga saya dan suami menetap di Taiwan untuk melanjutkan studi. Sebagai orang Aceh, Taiwan bukanlah negara yang asing di telinga orang aceh. Taiwan yang dikenal dengan nama “Pulau Formosa” yang bermakna pulau yang indah ini sudah sangat sering menjalin hubungan kerjasama di bidang Pendidikan dengan pemerintah Aceh, khususnya dengan Lembaga Peningkatan Sumber Daya Manusia (LPSDM) Aceh yang pada akhirnya menjadi sponsor beasiswa mahasiswa aceh di Taiwan.
Sudah 11 tahun sejak saya mendapat gelar Master of Applied Linguistics dari University of Birmingham, Inggris. Dan selama itu pula saya sudah mengabdi di Fakultas Keguruan dan IImu Pengetahuan, Universitas Syiah Kuala. Teman sejawat sudah ramai menyandang gelar Doktor, padahal rata-rata umur mereka jauh lebih muda dari saya. Saya pikir kini saatnya saya harus melanjutkan studi. Jujur, selain untuk menambah ilmu dan gelar, saya sebenarnya sudah lelah dengan rutinitas mengajar di kampus. Saya harus merasakan tantangan baru lagi. Semua orang tahu kalau saya punya jiwa adventurous. Alhamdulillah Tuhan memberi keluarga saya rezeki dan kesempatan untuk menyaksikan hasil ciptaanNya di belahan dunia lain. Mengunjungi 38 negara mungkin tergolong banyak bagi beberapa orang, tapi ini masih sedikit bagi saya. Saya masih ingin traveling lagi, mungkin hidup di suatu tempat, belajar disana, mengalami hal-hal yang belum pernah saya alami di tempat asal saya. Saya siap untuk meninggalkan Indonesia untuk menuntut ilmu. Dan saya tau dimana itu, Filipina.
Ikhwan Arvin, anak seorang petani yang terlahir pada tanggal 05 september 1995 di sebuah desa terpencil, Lubuk Layu, Samadua, Aceh Selatan. la merupakan anak kedua dari dua bersaudara. la dikenal dengan sikap pendiamnya, patuh dan tak terlalu banyak tingkah.
Tidak seperti anak-anak di desa lain, Arvin tidak bisa mengenyam pendidikan di masa Taman Kanak- kanak karena bangunan untuk Taman Kanak-kanak yang belum ada di desanya. Desa terpencil yang masih asri alamnya dengan sungainya kerap menjadi tempat pemandian yang sejuk dan pemandangan dengan panorama gunung yang memuaskan mata. Lubuk Layu juga dikenal dengan desa yang menghasilkan banyak pala. Termasuk ayah Arvin yang waktu itu adalah petani pala.
Merebaknya virus Covid-19 di hampir semua tempat di seluruh dunia, akhirnya sampai juga ke Selandia Baru, negeri tempat aku menempuh studi doktoral sejak dari tahun 2017 hingga sekarang ini. Oleh pemerintah Selandia Baru, tindakan pertama yang mereka ambil adalah memperketat perbatasan, utamanya melalui udara. Orang-orang yang boleh masuk ke Selandia Baru hanya warga negara yang ingin kembali ke negeri ini setelah sebelumnya berada di luar negeri. Sementara bagi yang bukan warga negara, perbatasan ditutup untuk sementara waktu. Peraturan ini disebut dengan tindakan waspada level 1.
Pada level ini kehidupan dijalani seperti biasa, bagi pendatang yang baru tiba dari luar negeri harus menjalani proses pemeriksaan kesehatan dan menjalani isolasi selama dua minggu. Hal ini ditunjukan oleh adanya penerbangan domestik secara berkelanjutan. Tentu saja masyarakat diminta untuk tetap menjaga diri dengan sering mencuci tangan, menghindari sentuhan wajah dengan tangan, dan menutup mulut menggunakan siku apabila batuk.
Tidak ada yang bertanya padaku tentang mengapa, kenapa, dan apa, ketika aku ceritakan inginku melanjutkan peendidikan. Tetapi satu yang pasti, sekarang, senyum Ibuku lebih mengembang ketika bercerita tentang anak pertamanya. Seorang anak desa, setahap demi setahap mengenal dunia lewat banyak pilihan dari hidupnya, termasuk tempat singgah jauh dari kota Weleri.
Khon Kaen, salah satu distrik di Thailand, tempat sekarang ini aku berkisah. Tempat ini memberiku waktu belajar untuk memandang manusia dalam banyak segi. Meskipun di sisi lain, ini adalah tempat yang membuatku bertanya, kenapa aku layak berada disini. “Bejo” (beruntung) mungkin itu yang lebih tepat aku yakini sekarang, dan “bejo atau begja” tidak bertahan selamanya (dalam pahamku). Sedikit bercerita, jika kalian pecinta kartun Donal Duck, pasti tahu saudara sepupunya yang bernama Untung. Kenapa namanya Untung, karena dikisahkan memang selalu beruntung. Terlepas dari aku si pecinta cerita Donal bebek, aku adalah aku, bukan Untung dalam kota Bebek. Jadi, Untungisme tidak berlaku dalam hidupku.
Order Buku Oase Pandemi Covid-19 – Jilid 2
Covid-19 sungguh luar biasa, semua umat manusia tidak bisa menghindar dari musibah pandemi, Covid-19 muncul kira-kira mulai bulan Desember tahun 2019 di negara Cina. Begitu seperti diporak-porandakan tatanan yang sudah ada, banyak sekali menggoyangkan sendi-sendi kesehatan, perdagangan, ekonomi, parawisata dan keamanan suatu negara. Serasa suatu musibah yang datangnya mendadak dan menelan banyak nyawa. Tuhan, di balik semua musibah ini, rencana apa yang Engkau berikan pada hamba-Mu, kebaikan dan cinta Tuhan kah yag akan kami terima ? Kondisi ini membuat kami merasa lemah, tidak berdaya dan kami benar-benar menyadari ke-Mahakuasaan, kekuatan, kemurahan dan kepasrahan kami kepada-Mu, sebagai sang Maha pencipta. Kami membutuhkan waktu untuk menyadari segala rencana yang Tuhan berikan di balik semua ini, harus segera bangkit, mencari jalan keluar yang tentunya bukan selamat untuk sendiri tapi juga untuk orang lain. Karena kondisi pandemi ini memberikan pelajaran amat sangat penting bagi kita umat manusia untuk menjadi manusia yang lebih manusiawi lagi sebagai hamba Tuhan. Mengingatkan kembali kepada kita semuanya, Tuhan menciptakan dan menghadirkan kita ke dunia sebagai manusia yang memiliki visi, misi dan tujuan untuk menyelamatkan umat manusia, yang memiliki jiwa welas asih, daya juang yang tinggi, semangat, pantang menyerah, kepedulian, kepekaan dan bukan sekedar hidup di dunia menjadi manusia yang tidak bermanfaat bahkan merepotkan dan merugikan orang lain.
Terletak ribuan kilometer jaraknya dari kampung halaman, nyatanya Bumi Pasundan punya pesona menarik bagi seorang anak kampung sepertiku. Sebuah kenyataan seolah mengisyaratkan aku akan menjadi bagian kecil dari orang-orang Sunda yang sudah terbiasa menikmati sejuknya udara Bandung. Terlahir dengan nama “Nana Diana”, seolah menjadi kode dari yang Maha Kuasa, namaku mirip dengan kebanyakan nama-nama asli orang Sunda, di mana ada kata yang terulang-ulang dari nama mereka. Sekian banyak orang bertanya-tanya tentang perihal nama itu, bahkan sebelum aku memijakkan kaki di Bumi Pasundan. Kini aku sudah berada di tempat yang katanya “Diciptakan Tuhan dalam keadaan tersenyum”, indah mempesona dengan tatanan hijau ditumbuhi rerimbunan dan tanaman aneka rupa. Hampir semua sisi Kota Bandung bisa dinikmati dengan pemandangan serupa. Hasilnya, kondisi dingin sedianya menyejukkan raga dan indahnya pemandangan tentunya kian memanjakan mata.
Pandemi covid 19 merupakan suatu wabah penyakit yang secara tiba- tiba muncul di awal Tahun 2020, di mana kedatangannya menggegerkan dunia. Wabah ini pertama kali muncul di kota Wuhan, China. Kehadiran wabah berbahaya ini telah meregang nyawa beberapa penduduk di sana secara spontan, dan wabah ini juga menjadi viral seketika, serta merambat ke beberapa negara lainnya seperti Italia, Australia, Amerika, Singapura serta beberapa negara lainnya. Hal ini sebagaimana diinformasikan dalam www.cnbcindonesia.com pada tanggal 4 Maret 2020 mengenai 5 negara dengan jumlah kasus Corona terbanyak didunia, bahwa terdapat beberapa negara yang terdampak corona. “Negara-negara itu mulai dari Korea Selatan, Italia, Iran, Jepang, Perancis, Jerman, Spanyol, Amerika Serikat, Singapura, Kuwait, Swiss, Inggris, Bahrain, dan Thailand” (diakses,15/8/2020). Tidak sampai disitu, jumlah kematian penduduk di setiap kotanya juga terus meningkat drastis pada saat itu.
Menghadapi pandemi covid 19 ini membuat banyak pihak berpikir keras bagaimana menanggulangi dan berhadapan dengan kenyataan tersebut. Belum lagi saat itu belum ditemukan vaksin yang dapat menyembuhkan wabah penyakit ini. Sehingga banyak pihak bingung dalam menyikapi realita yang sedang terjadi.
Situasi sulit belajar yang dihadapi anak-anak SD komplek perumahan Universitas Huria Kristen Batak Protestan Nommensen Pematangsiantar (UHKBPNP) dalam masa pembelajaran jarak jauh (PJJ) saat ini mengembalikan kenangan masa IaIu saya ketika saat-saat bersekolah dulu. Dibesarkan oleh orang tua pedagang sayur mayur, saat itu saya masih berumur 10 tahun ketika telah mampu melaksanakan tugas-tugas harian membantu kedua orangtua. Jam 2 sore setiap harinya, kedua orangtua kami telah pergi ke ladang petani sayur untuk mengambil sayuran seperti bayam dan sayur manis untuk dijual ke pasar esok paginya. Sebagai anak pertama dari 6 bersaudara, melaksanakan pekerjaan rumah sudah menjadi rutinitas saya setiap hari. Waktu itu saya duduk di kelas IV SD ketika kemampuan memasak nasi, air, lauk, menyapu rumah dan mencuci piring dipelajari melalui pengamatan sehari-hari dan menjadi prioritas pertama sedangkan kegiatan belajar menjadi nomor dua. Kecintaan dan kebanggaanku kepada Ibu menghasilkan kemampuan melaksanakan tugas-tugas pekerjaan rumah dengan rasa senang. Tepat jam 4 sore setiap harinya pelaksanaan tugas rutin tersebut dimulai dan selesai dilaksanakan pada pukul 7 malam. Lalu, kegiatan pada waktu malam adalah mengerjakan tugas-tugas rumah dari sekolah sementara kedua orangtua mengikat, mencuci dan mengemas sayuran yang telah diambil dari ladang para petani. Belajar malam yang diterangi oleh lampu minyak tanah tidak mengurangi semangat melaksanakan tugas-tugas sekolah karena kedua orang tua senantiasa menyempatkan untuk membimbing dan memotivasi. Bimbingan, dukungan dan motivasi inilah yang tertanam di dalam hati dan pikiran saya hingga saat ini saya tetap menggeluti pendidikan.
Pengumuman Sertifikasi Dosen (SERDOS) gelombang ke-2 tahun 2020 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang dahulu adalah Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek DIKTI) telah keluar dan dapat diakses melalui website Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah IX Sulawesi. Melalui pengumuman tersebut, memberikan kegelisahan dan kecemasan bagi peserta Sertifikasi Dosen (SERDOS) Gelombang ke-2 seluruh Indonesia. Hal ini dikarenakan sesuai jadwal dalam lampiran surat tersebut tertera bahwa calon penerima Sertifikasi Dosen harus menungu dahulu validasi data D1 menuju data D4.
Kisah ini berawal saat aku mengalami penipuan yang dilakukan oleh cucu ponakanku sendiri. Saat itu ia ditangkap polisi karena penipuan jual beli mobil. Aku sudah lama tak bertemu dengan keponakanku itu yang tinggal di Yogyakarta. Tiba-tiba dia datang ke rumah meminta tolong untuk membantu anaknya tersandung masalah. Entah setan apa yang merasuki jiwa, aku merasa Hero, untuk membantu mereka, mungkin karena kasih sayangku pada kerabat yang tinggal jauh itu.
Aku memiliki saudara tapi seperti tak memiliki saudara, hal ini membuat aku bersedia pasang badan untuk membantunya. Apalagi istri dari anak keponakanku itu mengatakan akan menggantikan kerugian dari yayasan, yang ditipunya dalam waktu empat bulan, asal suaminya dibebaskan dari tahanan. Aku dijadikan penjaminnya, dan akan melunasi selama lima bulan setelah kejadian itu, oleh yayasan, uang yang ditipu oleh cucu ponakanku dianggap hutang, akhirnya anak keponakanku dapat bebas, tepat bulan Desember minggu ke-dua tahun 2016.
Perkenalkan nama saya Ronal G. Sirait, biasa dipanggil pak Ronal, apalagi di komplek Perum Sraten Permai, Tuntang, Kabupaten Semarang. Isteri bernama Lasida. Kami memiliki 3 orang putra putri yaitu Grand (8 tahun), GoeIa(5 tahun), dan Gabriel(2 tahun).
Kisah isi dimulai pada bulan Januari hingga sekarang pada saat naskah ini ditulis. Kisah kami dimulai dengan penyakit yang diderita isteri, pada bulan Januari tanggal 3 (tiga) 2020 ketika isteri divonis dokter mengidap penyakit SLE atau Lupus (penyakit ini tidak ada obatnya dan yang membuat isteri shok bukan main). Bermula ketika isteri merasa aneh tentang dirinya karena sudah hampir dua bulan belum datang bulan (tidak seperti biasa). Dia merasa was-was karena merasa dia hamil lagi, ini awal dari semua. Singkat cerita penulis dan isteri pergi ke Rumah Sakit DKT Dokter Asmir Salatiga (lebih terkenal RS DKT) untuk periksa.
Saat aku sudah menyelesaikan studi pascasarjana, aku duduk diam dan termenung dalam kontrakanku yang cukup kecil di Kota Mataram. Otak mengajakku untuk berpikir, “Aku adalah anak keempat dari lima bersaudara. Ibu bekerja sebagai seorang guru, dan bapak pensiunan. Saudara-saudaraku juga berprofesi sebagai seorang guru dengan satu adik bungsu yang sedang melaksanakan studi di perguruan tinggi”. Melihat keadaan orang tua dan keluarga, aku selalu bertanya dan berpikir apakah aku bisa menggapai mimpi menjadi praktisi yang handal sebagai dosen, bahkan peneliti? Dapat mengubah masa depan orang tua, masyarakat, bangsa dan negara? Mungkin terdengar nyeleneh sebab rasanya belum tampak kejelasan dari seorang aku yang baru menggapai gelar magister. Terlihat seperti anak muda yang belum konsisten dan komitmen terhadap suatu impian. Sedih sih!, aku berkata,”HeIIo, kenapa aku seperti ini ya?,”
Order Buku Oase Pandemi Covid-19 – Jilid 3
Sore ini, hari Kamis menjelang maghrib. Tanggal 26 Maret 2020. Dari corong loudspeaker masjid depan rumah terdengar jelas pengumuman oleh Ketua Takmir. Pengajian rutin setiap malam Jumat diliburkan sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Sholat Jumat untuk esok harinya juga ditiadakan. Jama’ah dan warga masyarakat diminta untuk mengganti sholat Jumat dengan sholat Dhuhur berjamaah di rumah masing-masing bersama anggota keluarganya. Mulai ibadah sholat Maghrib nanti, Pengurus Takmir Masjid juga tidak menyelenggarakan sholat berjamaah dan untuk sementara masjid akan ditutup.
Pandemi atau yang juga dikenal sebagai wabah. Ya.., pandemi atau wabah. Wabah…, hari ini telah begitu nyata hadir di wilayah kampungku. Hari-hari dan malam-malam sebelumnya suasana kampungku memang sudah terasa senyap. Sunyi, sepi, bahkan mungkin mencekam. Banyak warga yang lebih memilih untuk tetap berdiam di rumah. Corona Virus Diseases 2019 (Covid-19) telah membungkam segala aktivitas masyarakat. Hanya ritual ibadah yang masih menggeliat. Tetapi, sore ini di awal malam ini wabah covid-19 telah merenggut rutinitasku di rumah Tuhan itu. Entah sampai kapan. Tak ada yang tahu. Demikian juga aku.
Sebagian kita mungkin pernah menyaksikan film 28 Days Later, film karya sutradara Danny Boyle yang tayang perdana pada tanggal 27 Juni 2003. Film produksi Fox Searchlight Picture tersebut mengisahkan perjuangan Jim (Cillian Murphy) mencari tempat berlindung dari virus mematikan. Virus yang tak tersembuhkan itu menyebar setelah salah satu simpanse yang terinfeksi kabur dari kandangnya dan dengan cepat manusia ikut tertular. Wabah yang semakin menyebar menimbulkan kegemparan. Manusia yang terinfeksi berubah menjadi zombie. Setelah 28 hari penyebaran virus, Jim, yang merupakan seorang kurir, terbangun dari korna dan kebingungan dengan keadaan kota London yang benar- benar sepi. Dia tidak mendapati siapa pun di rumah sakit. Saat dia keluar rumah sakit dan berkeliling di Inggris, semua kosong. Tidak ada orang satu pun. Hanya ada tanda-tanda bencana dan serakan-serakan kerusakan infrastruktur. Jim akhirnya bertemu Selena (Naomie Harris) dan Mark (Noah Huntley) yang menjadi pusat cerita di film ini di mana mereka mencari perlindungan dari zombi yang berkeliaran di kota London.
Pandemi Covid-19, memberikan kecemasan, ketakutan dan kesedihan bagi siapapun yang mendengarnya. Aku pun merasakan hal yang sama ketika mendengarnya, akan tetapi kondisi pandemi Covid juga yang menyelamatkan putra bungsuku dari gangguan proses tumbuh kembangnya. Keadaan saat ini justru mengobati rasa penyesalan, ketidakmampuan dan kekhilafanku sebagai ibu. Kondisi ini jualah yang membuatku memahami dan memaknai arti dan peran seorang ibu. Kesembuhan bungsu, hadir sebagai hikmah dibalik pandemi Covid, memberi ruang kebahagiaan dan menambah keyakinanku bahwa bersama kesulitan juga hadir kebahagiaan (Rara).
Pukul 14.00 WIB, Permulaan Februari, 2020.
Rara memacu motornya menapaki aspal hitam, panas dan teriknya matahari menyengat, terlihat oase fatamorgana di kejauhan. Sengaja ia pilih sebuah cafe yang nyaman, jauh dari keramaian dan IaIu lalang orang- orang. Rara memenuhi janji bertemu dengan seorang psikolog, Mel, yang juga mengajar di perguruan tinggi swasta. Sambil menunggu, ia memilih memesan segelas juice orange dingin tanpa gula.
“Kak, tumben nih tiba-tiba ngajak ngedate”, ujar Mel, seraya menghampiri Rara dan sambil tertawa renyah.
“Aku kangen Dek”, ujar Rara dengan ceria. Lantas terdengar tawa
lepas mereka.
Beberapa bulan sebelum bulan penuh keagungan datang di 1441 H, aku selalu aktif di berbagai kegiatan dan gerakan sosial bersama komunitas-komunitas yang melayani penghafal quran, yatim piatu, dhuafa, janda, dan fakir miskin. Kegiatanku sebelum Ramadhan selalu diwarnai dengan kesan mendalam tentang rasa syukur kepada Allah SWT terhadap apa yang kita terima hari ini. Ditambah sebulan sebelum puasa ramadhan negara Indonesia dilanda pandemi dunia covid-19, hal ini menyebabkan semakin banyak orang yang terdampak baik secara fisik, mental, dan ekonomi sehingga menyebabkan daya beli kebutuhan pokok pun menurun. Masyarakat yang terdampak mulai dari buruh harian lepas, tenaga kontrak perusahaan kecil maupun besar hingga menyebabkan lesunya daya beli masyarakat yang berdampak pada tutupnya badan usaha kecil-menengah. Hal ini akan sangat berpengaruh pada asap dapur rumah tangga masyarakat kita, bahkan tentu akan meningkatkan angka kemiskinan dan kelaparan. Jika sudah begini, tidak mungkin hanya bergantung pada pemerintah, karena mereka bukan Tuhan yang bisa menjawab semua permasalahan rakyat. Perlu ada gerakan rakyat bawah untuk saling tolong dalam mengatasinya.
Hadirnya virus corona yang dikenal dengan covid-19 di Indonesia tiba-tiba mengejutkan dan mengkhawatirkan rakyat Indonesia. Ketika informasi resmi 2 Maret 2020 IaIu dinyatakan pemerintah pertama kali telah terdapat 2 pasien korban covid-19 ada di ibukota Jakarta, awalnya kami tidak begitu khawatir. Namun setelah korban telah menambah di tempat kami Provinsi Sumatera Selatan dengan informasi meninggalnya seorang dokter kepala rumah sakit di kota Prabumulir karena covid-19 dan 1 warga sipil di Kecamatan Sako Palembang, sontak hal ini mengejutkan dan menghebohkan warga Sumsel khususnya masyarakat kota Palembang. Demikian juga dengan saya, keluarga dan sahabat rekan kerja lainnya mengalami hal serupa.
Tidak lama setelah itu kota Prabumulih dinyatakan zona merah, menyusul kota Palembangpun pada beberapa kecamatan dinyatakan zona merah karena telah terdapat banyak korban covid-19. Sampai hari inipun, ketika pemerintah menyatakan memasuki era new normal, jumlah korban covid-19 yang dinyatakan positif justru semakin meningkat. Hal ini telah membawa pengalaman-pengalaman penting dalam kehidupan saya, keluarga dan sahabat yang beragam. Ada ketakutan, ada kegalauan, ada kecemasan, ada kesedihan, ada kebahagiaan dalam kehati-hatian dan ancaman lainnya, menjadi nano-nano ancaman covid-19.
Cerita ini bermula dari kebijaksanaan Manajemen tempatku bekerja, sebagai Aparatur Sipil Negara pada Perwakilan Aceh, yang lebih dikenal dengan sebutan Badan Penghubung Pemerintah Aceh di Jakarta. Di tengah eskalasi Covid-19 yang tak kenal kompromi, upaya peningkatan peduli lingkungan, semangat hidup dalam suasana baru, harus menjadi menu utama kehidupan umat dunia.
Hari itu, hari Selasa, hari yang membawaku bersama ratusan sejawat lainnya mengikuti arahan instruksi dari pimpinan perwakilan, untuk mengikuti test dan uji reaksi terhadap dampak Pandemi Covid -19 dengan Rapid test.
Di Indonesia dewasa ini ada tiga (3) cara populer untuk menguji seseorang terpapar oleh virus SARS- Cov-2 penyebab Covid-19, yaitu dengan metode Rapid, metode Swab dan metode TCM. Rapid test adalah suatu cara yang dilakukan oleh tim medis untuk membantu pelacakan pada seseorang terdampak virus, dengan menggunakan antibodi yang diambil dari sampel darah sendiri.
Kertas yang berantakan dan meja belajar yang tidak karuan menjadi pelengkap pagi ini. Terlihat laptop itu masih menyala di depan seorang gadis cantik yang tertidur pulas. Dia terlihat sangat lelah. Sepertinya dia tidak tidur semalaman dengan laptop dan handphone yang masih menyala. Kamar berantakannya menjadi saksi kelelahannya setiap hari. Bukan tanpa alasan, dia harus mengerjakan tugas dan kuliah daring serta mengejar target penulisan novelnya. Ini dampak darivirus mematikan yang masuk ke daerahnyabeberapa bulan IaIu. Semua proses belajar mengajar dialihkan ke rumah dan tatap muka diganti dengan daring. Tugasnya yang beranak cucu membuat semuanya sangat kelelahan dan kewalahan dalam mengerjakannya. Belum lagi dengan jaringan yang memiliki koneksi sangat buruk membuat mereka tidak mengerti apa yang disampaikan oleh dosen. Hal ini yang membuat mereka sangat frustasi. Mereka bukan robot yang bisa mengatasi semuanya dengan tepat dan cepat. Inilah yang membuatnya terlihat sangat berantakan setiap pagi bahkan setiap hari, tak seperti hari-hari normal ketika virus itu belum ada.
Pada Januari 2020, virus corona belum begitu merebak di Indonesia, kondisi di tanah air masih normal sepertiabiasa. Pada bulan pertama di awal tahun ini pula bunda tercinta mempunyai hajat besar, yakni menikahkan si bungsu yang juga merupakan anak kesayangannya. Setelah sekian lama mencari dalam proses yang agak panjang dan sedikit runyam, si bungsu akhirnya berhasil menjatuhkan pilihan hatinya pada seorang gadis dari Sunda. Pada mulanya bunda masih sangat ragu dengan asal daerah calon mantu bungsunya, tetapi dengan sedikit penawaran akhirnya bunda setuju dengan pilihan itu. Pertengahan Januari semua anggota keluarga diboyong ke Bogor untuk menyaksikan prosesi akad nikah. Pihak keluarga memutuskan untuk menggelar acara ngunduh mantu pada bulan berikutnya di Ponorogo.
Pimpinan sekolah kami sudah hadir di ruang guru, tempat kami berkantor di sekolah kejuruan favorit di kota kami. Semua guru yang hadir di ruangan itu sudah bisa menebak apa yang akan disampaikan kepala sekolah yang baru dua minggu bertugas di sekolah kami. “Karena di Solo sudah ada yang terpapar covid-19, pihak dinas pendidikan provinsi memutuskan sementara pembelajaran dilaksanakan secara daring.” Kalimat vonis itu seakan membubarkan semua konsep dan rancangan yang sudah ditata sedemikian rupa oleh pihak kurikulum sekolah. Ya, apa boleh buat demi keselamatan siswa, guru, dan semuanya, maka pembelajaran harus dilaksanakan secara daring. Siswa belajar di rumah saja. Guru bekerja di rumah saja. Itulah awal kisah ini dimulai.
Ketika corona merebak dan menyerang di berbagai daerah disertai pemberitaan di berbagai media massa yang gencar, cenderung membuat khawatir, cemas, bahkan ketakutan, kami sekeluarga juga merasa terdampak. Aku masih ingat, anak laki-lakiku selalu menghitung hari-hari dengan kelipatan 14, seperti masa isolasi yang harus dijalani orang yang positif covid-19. Bulan pertama masa karantina di rumah saja memang sangat berat bagi kami. Kejenuhan rutinitas membuat kami semakin galau. Kami berusaha mengusir rasa tidak nyaman itu dengan memaksimalkan ibadah pada Allah SWT dan memulai lagi aktivitas kesukaan kami yang dulu tertunda karena waktu yang tiada tersisa.
Order Buku Oase Pandemi Covid-19 – Jilid 4
Ku bersujud kepada Sang Maha Kuasa, mengharap keridhoan Ilahi Rabbi, mengingat masa-masa kehidupan penuh suka dan duka, dengan penuh perjuangan dan pengorbanan, menjalani kehidupan dalam meraih kebahagiaan, tak diduga jodoh itu datang tanpa sepengetahuan kita. Allah yang telah menentukannya, di balik musibah ada senyuman yang datang yang tak terkira, sungguh luar biasa kuasa-Mu ya Allah.
Aku adalah anak kedua dari lima bersaudara. Tapi karena musibah yang menimpa keluarga kami, tahun 2004 musibah yang dahsyat terjadi di Serambi Mekah yaitu Tsunami Aceh. Aku kehilangan keluargaku, kedua orang tua dan tiga orang adik beserta saudara lainnya. Sungguh masih mengenang dalam ingatan ini ketika mengingatkan masa IaIu itu. Aku bangkit dan berjuang dalam menggapai kebahagiaan. Alhamdulillah aku bisa menyelesaikan kuliah ku dengan tepat waktu dengan nilai yang memuaskan. Aku bersyukur pada Mu Rabbi, kasih sayangMu kepada keluargaku.
Bismillah. Semoga tulisan ini dapat membantu saudara-saudaraku yang sedang diuji dengan Covid-19. Tulisan ini diambil dari pengalaman ikhtiar seorang sahabat yang berjuang merawat Ayahanda tercinta yang berperang melawan Covid-19 di Payakumbuh.
Berawal dari tanggal 15 April 2020, sang Ayah mengalami demam selama 3 hari dengan keluhan hilangnya indera penciuman dan indera perasa. Kemudian demam berkurang, tapi masih sering letih, indera penciuman dan perasa masih belum pulih. Sampai akhirnya sembuh dari demamnya, tapi tetap indera perasa dan penciuman belum kembali normal.
Disitulah sahabat dan keluarga memeriksakan diri untuk diambil swab. Dan ternyata hasil swab sang Ayah positif. Kebetulan karena beliau seorang tenaga kesehatan, jadi sahabat kita ini memutuskan untuk merawat Ayahnya dirumah.
Pandemic Covid 19 yang melanda Indonesia saat ini, dan Aceh yang juga masuk dalam zona merah dalam beberapa waktu yang IaIu menuntut Lembaga Pendidikan mulai dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk memindahkan proses belajar ke rumah. Bukan perkara mudah bagi Orang Tua. Termasuk aku, Ibu dari 5 (lima) orang anak yang ikut merasakan dampak covid bagi dunia Pendidikan. Sinyo berusia 14 tahun dan Noni yang berusia 12 tahun telah lama memilih jalur homeschooling dengan kurikulum yang disusun berdasarkan minat dan bakat. Belajar tanpa menggunakan kurikulum nasional adalah perkara mudah bagiku, karena aku tidak membutuhkan banyak buku pelajaran yang harus kuberikan ke mereka. Mereka hanya belajar sesuai dengan minat dan bakat yang mereka miliki, sehingga aku dengan senantiasa menikmati saat proses mendampingi mereka belajar sehari-hari.
Tajam rasanya saya memandangi laptop. Bukan karena waktu berlalu lama dengannya tetapi baru saja aku kusentuh. Lima menit kemudian. Tiba- tiba saja anak saya yang kedua merengek menangis sebab bajunya basah karena ketumpahan air minum. Anak itu, demikianlah saya bergumam. Saya hanya bisa menghela napas panjang saat mengetahui tingkahnya. Saya kemudian memanggilnya dengan lembut. Saya menyadari kalau saya teramat sibuk dengan anak dan rumah tangga. Tak mungkin rasanya juga saya meminta bantuan suami, ia butuh kesendirian untuk menyelesaikan studi S3-nya. Jadi rasanya tidak mungkin suami saya mampu menenangkan anak saya yang mulai menangis.
Waktu berjalan, tidak berselang lama. Anak pertama bercerita kalau dia merasa senang. la senang bermain tanah di teras rumah. Tanah itu kini berceceran mulai dari teras hingga ruang tamu. Tampak indah bagi dia namun kotor bagi saya. Senyum saja yang mampu saya lemparkan pada dia. Saya membaca pikiran sendiri. Semalam di tempat kami turun hujan. Oleh karena itu paginya usai mandi, anak pertama hanya bilang ingin main. Oh Tuhan, dan ini masih terbilang pagi. Pukul 08.00, saya sudah harus dikejutkan dengan beberapa hal yang biasanya anak-anak sudah berada di TK dan penitipan anak.
Alhamdulillah, menjadi dokter spesialis penyakit dalam (Sp.PD) adalah nikmat dan anugerah Allah pada saya, Azkia. Gelar Sp.PD resmi tercantum di belakang nama saya sejak tanggal 16 Agustus 2017. Panjang sejarahnya, berliku perjalanannya, suka duka, cita dan cinta silih berganti masanya.
Tulisan berikut akan mengupas berbagai nikmat yang saya rasakan sebagai dokter spesialis penyakit dalam, terutama di masa pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia dan menimbulkan kehawatiran yang signifikan, karena efek yang ditimbulkannya dapat membawa maut pada penderitanya.
Siapa yang tidak ingin menjadi dokter spesialis? Spesialis penyakit dalam pula, profesi yang diminati oleh banyak dokter umum dan mungkin menjadi impian banyak orang, namun tidak semua individu berkesempatan dan available untuk menjalani proses pendidikannya. Projesi ini juga dicari banyak pasien untuk berbagai keluhan dan gejala penyakit yang timbul.
Awal kisah saat pandemi Covid-19, aku berpikir pandemi tidak akan sampai merebak ke Indonesia, karena kabarnya iklim tropis senantiasa tidak disukai oleh virus corona. Anakku, Ary tinggal di luar kota. Saat itu dia mendapat tugas kunjungan ke luar daerah dan sepulang dari bertugas tiba- tiba jatuh sakit. Ada keanehan tersembunyi setiap kali Ary selalu menelpon ku dan minta video call. Aku merasakan kejanggalan dan firasat kurang baik. Namun, semua kuikuti kemauannya, pasti ada saja yang dibicarakan. Terkadang aneh dan tidak masuk akal sehingga menimbulkan perasaan gugup karena terlihat horor.
Aku teringat bulan Maret ini adalah ulang tahun Ary, anakku yang ke- 25 tahun. Namun, pada kebiasaannya aku tak pernah mengucapkan kata- kata selamat ulang tahun. Apalagi sekarang kami tinggal berjauhan dengan kota yang berbeda.
Ulang tahun Ary berlalu begitu saja, hanya ada ucapan selamat dari sang adik bungsu yang selalu dirindukan. Meski hanya menatap layar video call sambil melepas rindu ala-ala Tom and Jerry. Begitulah kebiasaan mereka dari dulu sampai sekarang. Bisa pecah kuping kalau sudah saling usil dan ngeledek, dan tak jarang berakhir dengan sang adik menangis karena kalah. Namun, jika berjauhan, mereka saling merindukan satu sama lain.
Seperti bunga di musim semi itu… Indah menguja hadir…
Tapi la seolah tam ingin dimiliki…
Seperti apapun usaha ini, masa itu tetap beralih pergi…
“Um, sepertinya kita harus siap dengan kemungkinan yang terburuk,” ucap Yayan kepada istrinya dengan gamang.
“lya Ayah. Aku percaya, semua yang telah ditakdirkan oleh Allah,
adalah yang terbaik untuk kita.”
Alia berusaha menguatkan hati suaminya, walaupun hatinya sendiri hancur. Saat ini Alia merasa kehidupan keluarganya berbalik 180 derajat. Keluarga yang dulu selalu berkecukupan dan nyaman, sekarang berbalik menjadi memprihatinkan. Seluruh penghasilan yang diterima setiap bulan, tinggal menjadi sebuah cerita. Segala fasilitas kesehatan dan uang saku setiap hari, akan segera terhenti. Banyak pertanyaan yang berputar di otak Alia. Bagaimana keluarga kecil ini akan menjalani kehidupan selanjutnya? Apa yang harus mereka lakukan untuk tetap bertahan hidup? Sementara di kota besar ini, mereka tidak memiliki sanak saudara?
Awal bulan Maret tahun 2020 ini seolah seperti mendengar petir di siang bolong, Indonesia dikejutkan dengan datangnya kabar bahwasanya virus Covid-19 mulai menyerang warga bumi pertiwi ini, the time bas come. Yah, saat itu memang sedang santer beredar tentang wabah virus Covid-19 yang muncul dari kota Wuhan di China yang dengan cepat mewabah, menjangkit manusia dari satu negara ke berbagai negara lain di belahan dunia ini dengan sangat cepat. Untuk itu, melalui untaian kata demi kata yang saya susun, perkenankan saya sedikit bercerita tentang true story yang saya alami dari awal masa pandemi hingga saat ini. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik, dan semoga kisah yang saya tuliskan dapat juga mencerahkan dan menginspirasi sesama, dan semoga bisa dinilai sebagai amal kebaikan yang bisa memberatkan timbangan nantinya di yaumul akhir, amin.
Menulis merupakan panggilan jiwa, ekspresi diri, menuangkan ide, mengurai makna dari segala kisah di semesta raya, karenanya bagi saya menulis juga merupakan aktualisasi diri, hiburan tersendiri sekaligus sebagai obat, untuk memperkaya jiwa, menulis juga merupakan candu bagi jiwa-jiwa yang lelah agar mendapatkan penawarnya, mengobati kegersangan hidup lewat vitamin bacaan yang bergizi, memperkaya wawasan dan menstimulus otak dan hati untuk bisa lebih peka menghadapi carut marutnya kehidupan agar bisa mendapatkan bahagia tanpa jeda, lnsya Allah.
Aku adalah seorang perempuan, seorang perempuan biasa dengan segala kekurangan dan kelebihanku. Pekerjaan tetapku sebagai tenaga pendidik bidang kesehatan di salah satu perguruan tinggi swasta yang ada di Bali. Pekerjaan yang sudah kulakoni sejak tahun 2010. Pekerjaan Utamaku sebagai Seorang Ibu, yang mendapat SK (Surat Keputusan) langsung dari TUHAN. Pekerjaan yang tak kenal hari libur serta tak ada besaran gaji pokok yang diperoleh.
Pekerjaan yang TUHAN anugerahkan padaku sejak tahun 2015. Aku adalah Ibu dari seorang anak perempuan cantik berusia lima tahun serta seorang anak laki-laki tampan berusia tiga tahun. Teman hidupku alias Suamiku adalah teman sejawatku, kami sama-sama tenaga kesehatan walaupun berbeda rumpun ilmu. Hanya saja aku banting setir ke bidang pendidikan kesehatan, sedangkan suamiku masih setia pada jalannya di bidang pelayanan kesehatan. Pekerjaan suamiku adalah perawat di salah satu Rumah Sakit Negeri yang ada di Bali. Kami tinggal di sebuah rumah sederhana yang masih kami cicil, terpisah dengan para orangtua kami. Anak-anak biasanya kami titipkan di sebuah daycare dekat rumah, karena kondisi kami yang harus kerja berdua. Kami hidup sebagaimana layaknya keluarga kecil yang masih tahap merangkak menuju keluarga bahagia, keluarga impian. Bila ada masalah yang datang kami anggap sebagai ujian tingkat untuk keutuhan dan keharmonisan keluarga kami.
Bukan tentang perputaran waktu, melainkan pengertian di setiap detiknya. Waktu dalam hidup ini mengajarkanku bahwa tangis itu tawa dan tawa itu tangis. Dari sekian banyak manusia di bumi mengapa harus aku yang merasakannya, tanya ku seakan menentang apa yang telah Tuhan titipkan saat itu.
Satu tahun yang IaIu, kabut gelap seakan membungkus kehidupanku. Tuhan seakan menghempas kenyamanan dalam hidupku. Kehidupan yang awalnya indah, berubah pahit. Saat itu….
Berawal dari sebuah panggilan “hipnotis”, aku melayani panggilan itu. Demi sebuah tawaran pembelian mobil, ingatanku seolah-olah hilang. Uang ditabungan ku saat itu (25 juta rupiah) habis seketika. Namun tidak selesai sampai disitu, si penghipnotis masih meminta uang kepadaku. Hingga alam sadarku hilang dan aku bertemu dengan bencana yang maha dahsyat yaitu meminjam uang pada sahabat ku yang ternyata adalah seorang rentenir dan uang yang dipinjamkannya aku kirimkan kepada si penghipnotis tersebut. Aku fikir, masalahku akan selesai setelah “racun” hipnotis itu selesai. Namun, itu adalah awal semua kehancuran dalam hidupku.